![]() |
(ilustrasi by sijuki.com) |
Sudah satu tahun Peraturan Pemerintah Nomor 78 sudah berjalan. Tetapi
aspirasi buruh rupanya masih dianggap bak pepesan kosong. Hanya selintas saja dipikiran
pemerintahan sekarang tanpa adanya kejelasan atau bahkan pencabutan daripada PP
78 tahun 2015.
Ketika ada hak pekerja yang sudah dikebirikan dan banyak pekerja yang
dirugikan atas dasar PP 78 tahun 2015 maka sampai sekarang pun kaum buruh “keukeuh”
menolak adanya PP 78 tahun 2015.
Apa yang menjadi dasar penolakan PP 78 tahun 2015?
Pertama, Tidak adanya faktor KHL (Kebutuhan Hidup Layak) dalam formulasi
penentuan upah. Faktor inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang menjadi dasar
penentuan upah sejatinya tidak cukup mengingat KHL adalah faktor utama yang
mempertimbangkan besaran gaji seorang pekerja.
Kedua, Peran Dewan Pengupahan seolah tidak ada. PP 78 tahun 2015
tersebut bertentangan dengan pasal 89 ayat 3 UU No 13 tahun 2003 yang
mengamanatkan Gubernur dan Dewan Pengupahan di provinsi sebagai penentu besaran
upah.
Ketiga, Masa kerja yang tidak dipedulikan. Pasal 11 PP No 78 tahun 2015
merupakan awal mula pemberlakuan yang sama antara pekerja baru dengan pekerja
lama dari segi upah. Pasal 42 ayat 1 PP No 78 tahun 2015 menjelaskan tentang
upah minimum diberlakukan untuk karyawan yang masih lajang dan memiliki masa
kerja dibawah satu tahun. Sedangkan karyawan memiliki masa kerja lebih dari
satu tahun dilaksanakan secara bipartite antara pemerintah dan pengusaha (Pasal
42 ayat 2 PP No 78 tahun 2015).
Berbagai pertentangan antara PP No 78 tahun 2015 dengan UU No 13 tahun
2003 merupakan alasan utama kaum buruh masih bersikukuh menolak kehadiran PP No
78 tahun 2015. Hidup Buruh!
0 comments
Post a Comment